Senin, 18 Juli 2011

Askep TBC Persik n Andi Bintuhan


A. Konsep Teori TBC
    1.  Pengertian TBC
Banyak pengertian TBC menurut para ahli antara lain sebagai berikut:
kesehatTBC adalah suatu infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan Mycobacterium tuberculosae (Herdin, 2005). TB Paru (tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC ini menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( Depkes RI, 2006 ). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan kebagian tubuh yang lainnya (Brunner, 2002).
          kesehatPenulis mengambil kesimpulan dari beberapa teori di atas bahwa TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri  Mycobacterium tuberculosae, yang menyerang bagian jaringan paru juga bisa menyerang bagian tubuh yang lain seperti tulang, kelenjar limfe, selaput otak, sendi, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan bagian tubuh lainnya akibat dari penyebaran  bakteri dari paru-paru ke organ lain.



2.      Etiologi TBC
kesehatMenurut Crofton (2002) adapun penyebab dari seseorang terkena TBC adalah sebagai berikut:
a.  Basil Tuberkel (Mycobacterium tuberculosis) merupakan penyebab utama TBC di  dunia termasuk di dunia.
b. Mycobacterium africanum adalah penyebab  TBC yang terdapat di afrika. Perbedaan penting satu-satunya adalah bahwa basil ini sering resisten terhadap tiasetazon, sehingga penderita yang menggunakan tiasetazon akan mengalami TBC yang susah untuk disembuhkan (Crofton, 2002).
c.  Mycobacterium Bovis pada suatu ketika menyebabkan infeksi yang luas pada ternak di Eropa dan Amerika. Infeksi sering kali ditularkan  oleh manusia lewat susu ternak yang mereka konsumsi, sehingga orang yang meminum susu dari ternak tersebut, maka akan berisiko tertular penyakit TBC.
d.  Mikobakteria non-tuberkulosis. Penyakit ini disebabkan oleh basil menjadi relatif lebih penting di Negara-negara maju, seperti di bagian Amerika Serikat dan Australia. Dimana tuberculosis sudah berkurang saat ini. Penyakit ini mungkin menyerang pada orang yang terinfeksi HIV karena lemahnya sistem imunitasnya. Sering resisten terhadap banyak obat-obatan sehingga susah disembuhkan.


3. Klasifikasi TB Paru
kesehatBerdasarkan hasil pemeriksaan dahak Depkes RI (2006) mengklasifikasikan TB Paru dalam berbagai kelompok  sebagai berikut:
a.    Tuberculosis pada BTA positif
tSekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu hasilnya BTA positif. Spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberculosis aktif
b.    Tuberculosis paru BTA negatif
kesehatPemeriksaan 3 spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis aktif. TBC paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu batuk berat dan ringan. Batuk berat bila gambaran foto rontgen dapat memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.
c.    Tuberculosis ekstra paru
kesehatTuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjuar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. TBC esktra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan.
d.   TBC ekstra paru ringan
kesehatPenyakit TBC yang menyerang di tempat selain paru yang berdampak ringan terhadap manusia, misalnya TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudative unilateral, tulang (kecuali tulang belakang) karena di dalam tulang belakang banyak terdapat serabut syaraf pusat yang mempengaruhi otak, sendi dan kelenjar adrenal.
e.    TBC esktra paru berat
kesehatPenyakit TBC yang menyerang bukan pada paru dan berdampak sangat membahayakan karena menyerang organ vital, misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peluritis eksudative duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.
4.  Patofisiologi TBC
kesehatIndividu yang rentan menghirup bakteri tuberkolusis dan menjadi terinfeksi.  Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan memlalui system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks sereberi, dan daerah paru lainnya yaitu lobus atas (Brunner, 2002).
kesehatSistem imun tubuh berespon dengan mengeluarkan reaksi inflamasi. Pagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik-tuberkolusis menghancurkan basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, mengakibatkan brokopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi dari 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan (Brunner, 2002).
kesehatMasa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi mokrofag yang membentuk dinding protektif, granulomas diubah menjadi massa fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolgenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit aktif (Brunner, 2002).
kesehatSetelah pemajanan dan infeksi awal, individu akan mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktifitas bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bawah bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, menyebabkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk menjadi jaringan parut paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan tetrjadinya brokopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel, dan selanjutnya (Brunner, 2002).
kesehatApabila proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah  paru–paru dan meluas ke lobus sebelahnya. Proses mungkin berkepanjangan  dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktifitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10%
individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif  (Brunner, 2002).




5.    Manifestasi Klinis TB Paru
kesehatAdapun gejala-gejala yang dapat ditimbulkan pada orang yang terkena TB Paru menirut Crofton (2002) antara lain:
a.    Gejala pernafasan:
kesehatBatuk dan dahak, batuk berdarah, sakit dinding dada, nafas pendek, wheezing lokal, dan sering flu.
b.    Gejala Umum:
kkesehatBerat badan menurun, demam dan berkeringat, rasa lelah, hilang nafsu makan.
c.    Tanda-tanda fisik:
 kesehatKeadaan umum pasien TB Paru biasanya jelas kelihatan sakit, sangat kurus, pucat dan tampak kemerahan. Demam yaitu Suhu tinggi, mungkin tidak teratur. Nadi umumnya meningkat, jari-jari tabuh. Pada dada biasanya krepitasi halus dibagian atas pada satu atau kedua paru, terdengar saat pasien napas dalam. Perkusi pekak atau pernafasan bronchial pada bagian atas kedua paru. Kadang-kadang terdapat wheezing terlokalisir disebabkan oleh brokitis tuberculosis (Crofton, 2002).
kesehatTuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi berkembang ke arah pembentukan sputum ke arah mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberkolusis dapat memiliki manifestasi atifikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman (Brunner, 2002).  
6.    Pemeriksaan Penunjang
kesehatBerikut ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menguji seseorang positif terkena TB Paru:
a.    Uji Serologi
kesehatMendiagnosis tuberkulosis yang berdasarkan pengenalan antibodi Ig G  serum terhadap antigen mikrobacterium tertentu dan menggunakan teknik  ELIZA (Enzim Linket Imunoserbent). Penerapan ini paling besar kemungkinan pada anak dan pasien tuberkulosis ekstra pulmunal yaitu pada kasus sputumnya tidak ada.
b.    Pemeriksaan Radiologi
kesehatSaat ini pemeriksaan radiologi merupakan cara praktis untuk menemukan lesi tuberkolusis. Luka lesi tuberkolusis biasanya di daerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.
kesehatAwal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia. Gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka banyangan akan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai uberkuloma. Pada kavitas bayangan berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis, lama-lama menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris. Pada klasifikasi bayangan tampak bercak-bercak padat  dengan densitas tinggi. Pada atelaksis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru (Zulkifli, 2007).
 7. Pemeriksaan Bakteriologi
1. Pemeriksaan Dahak
kesehatSpesimen dahak dikumpulkan/ditampung dalam pot dahak yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor, pot ini harus selalu tersedia di Unit pelayanan kesehatan. Diagnosa tubercolosis ditegakkan dengan pemeriksaan spesimen dahak sewaktu pagi sewaktu (SPS). Spesimen dahak sebaiknya dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan ( Depkes RI, 2002 ).
kesehatAdapun  waktu pelaksanaan pengumpulan dahak sebagai berikut:
Sewaktu yaitu Dahak dikumpulkan pada saat suspek TBC paru datang berkunjung pertama kali pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak hari kedua. Pagi yaitu dahak dikumpulkan di rumah pada hari kedua, segera setelah bangun tidur pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Unit pelayanan kesehatan. Sewaktu yaitu dahak dikumpulkan di Unit pelayanan kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi ( Depkes RI, 2002).
kesehatPemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA. Diagnosis tuberkolusis dapat ditegakkan. Kriteria BTA sputum positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA pada satu sedian dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum (Zulkifli, 2007).  
2.  Pemeriksaan Darah
kesehatPemeriksaaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkolusis mulai aktif, akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah perlahan turun sampai normal. Hasil pemeriksaan darah didapatkan, anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium dan darah menurun (Zulkifli, 2007).  
8.    Cara Penularan
kesehatSumber penularan adalah penderita TB Paru BTA Positif. Pada waktu batuk atau bersin, penerita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem sel-limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagian lainnya. Cara batuk memegang peranan penting. Kalau batuk ditahan, hanya akan dikeluarkan sedikit basil, apalagi kalau saat batuk penderita menutup mulut dengan kertas tissue (Halim, 2000).
kesehatFaktor lain ialah cahaya matahari dan ventilasi. Karena basil TB tidak tahan cahaya matahari, kemungkinan penularan di bawah terik matahari sangat kecil. Juga mudah dimengerti bahwa ventilasi yang baik, dengan adanya pertukaran udara dari dalam rumah dengan udara segar dari luar, akan dapat juga mengurangi bahaya penularan bagi penghuni-penghuni rumah (Halim, 2000).
9.    Komplikasi TB Paru
kesehatDaya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang keluar dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemerikasan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara
kesehatTuberkolusis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut, yang dinarasikan sebagai berikut:
a.    Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncet’s   arthropathy.
b.    Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas yaitu Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkolusis (SOPT), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS) sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB (Zulkifli, 2002).

Jumat, 15 Juli 2011

Peran Perawat

B. Peran Perawat dan Fungsi Perawat
1. Pengertian Peran Perawat
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan atau posisi individu didalam masyarakat. Dalam setiap posisi terdapat sejumlah peran yang masing-masing terdiri dari kesatuan perilaku yang kurang lebih bersifat homogen dan didefenisikan menurut kultur sebagaimana yang diharapkan dalam posisi atau status (Friedman, 1998).
Menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 peran perawat terdiri dari :
1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
2.    Sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien & kelg dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat juga berperan dalam mempertahankan & melindungi hak-hak pasien meliputi :
*         Hak atas pelayanan sebaik-baiknya
*         Hak atas informasi tentang penyakitnya
*         Hak atas privacy
*         Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
*         Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3. Sebagai educator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Sebagai koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Sebagai kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dll dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan.


6. Sebagai konsultan
Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
7. Sebagai pembaharu
Perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2.  Fungsi Perawat
1. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri & tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi KDM.
2. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
3. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemebrian pelayanan. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya.
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko – sosial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh daur kehidupan manusia.
Keperawatan merupakan ilmu terapan yang menggunakan keterampilan intelektual, keterampilan teknikal dan keterampilan interpersonal serta menggunakan proses keperawatan dalam membantu klien untuk mencapai tingkat kesehatan optimal.
Sebagai suatu profesi , keperawatan memiliki unsur – unsur penting yang bertujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan yaitu respon manusia sebagai fokus telaahan, kebutuhan dasar manusia sebagai lingkup garapan keperawatan dan kurang perawatan diri merupakan basis intervensi keperawatan baik akibat tuntutan akan kemandirian atau kurangnya kemampuan. Keperawatan juga merupakan serangkaian kegiatan yang bersifat terapeutik atau kegiatan praktik keperawatan yang memiliki efek penyembuhan terhadap kesehatan (Susan, 1994 : 80).
Mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga. Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga adalah sebagai berikut:
1. Pendidik
Perawat perlu melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar:
a. Keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan secara mandiri.
b. Bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga.
2. Koordinator
Koordinasi diperlaukan pada perawatan agar pelayanan komprehensive dapat dicapai.Koordinasi juga diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan.
3. Pelaksana
Perawat dapat memberikan perawatan langsung kepada klien dan keluarga dengan menggunakan metode keperawatan.
4. Pengawas kesehatan
Sebagai pengawas kesehatan harus melaksanakan home visite yang teratur untuk mengidentifikasi dan melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga.
5. Konsultan
Perawat sebagai nara sumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat kepada perawat, hubungan perawat dan klien harus terbina dengan baik, kemampuan perawat dalam menyampaikan informasi dan kialitas dari informasi yang disampaikan secara terbuka dan dapat dipercaya.
6. Kolaburasi
Bekerja sama dengan pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan anggota tim kesehatan lain untuk mencapai kesehatan keluarga yang optimal.
7. Fasilitator
Membantu keluarga dalam menghadapi kendala seperti masalah sosial ekonomi, sehingga perawat harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan seperti rujukan dan penggunaan dana sehat.
8. Penemu kasus
Menemukan dan mengidentifikasi masalah secara dini di masyarakat sehingga menghindarkan dari ledakan kasus atau wabah.
9. Modifikasi lingkungan
Agar tercipta Mampu memodifikasi lingkungan baik lingkungan rumah maupun masyarakat lingkungan yang sehat.



3. Hubungan Peran Perawat dengan lamanya Penyembuhan ISPA
Perawat  puskesmas mempunyai tugas sebagai membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan tenaga yang tersedia, Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis. Bersama dengan staff puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai anak balita. Perihal pengenalan tanda-tanda ISPA serta tindakan penunjang di rumah dan juga melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang diberi wewenang mengobati penderita penyakit ISPA, melatih kader untuk bisa mengenal kasus ISPA serta dapat memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyakit ISPA.Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA. Mendeteksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.
Perawat  puskesmas mempunyai tugas Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada. Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu seperti ISPA berat, penderita dengan weezhing dan stridor.Bersama dokter atau dibawah petunjuk dokter melatih kader.Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas tentang pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.( DepKes RI. 2002

BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG.

            Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada pria dan wanita. Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi paru – paru yang mengejutkan. America Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat 1.500.000 kasua baru dalam tahun 1987 dan 136.000 meningggal. Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 1993 dilaporkan 173.000/tahun, di inggris 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanhyak. Di RS Kanker Dharmais Jakarta tahun 1998 tumor paru menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Karena sistem pencatatan kita yang belum baik, prevalensi pastinya belum diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit merasakan benar peningkatannya. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65 %), life time risk 1:13 dan pada wanita 1:20. Pada pria lebih besar prevalensinya disebabkan faktor merokok yang lebih banyak pada pria. Insiden puncak kanker paru terjadi antara usia 55 – 65 tahun.
            Kelompok akan membahas Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kanker Paru dengan kasus pada tuan R. Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dana mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden kanker paru melalui upaya preventif,promotof, kuratifdan rehabilitatif.
B. TUJUAN PENULISAN.
Mahasiswa mampu untuk memahami pengertian, etiologi, klasifikasi, stadium, pathway patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan pada klien dengan kanker paru.






BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    PENGERTIAN.
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).

B.     ETIOLOGI.

Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :

1.Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.

2.Radiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.

3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.

4.Polusi udara.
Mereka  yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. ( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).


5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.

a. Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnyaPredisposisi Gen supresor tumor, Inisitor, Delesi/ insersi, Promotor, Tumor/ autonomi, Progresor, Ekspansi/metastasis.

6.Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resikoterkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).

C. KLASIFIKASI.
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel– sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ketempat – tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma. (Price, Patofisiologi, 1995).

D. MANIFESTASI KLINIS.
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.

b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
E. STADIUM.
Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru – paru: 1986 American Joint Committee on Cancer. Stadium IV Setiap T, setiap N,M1 Tidak terbukti adanya tumor primer Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi Karsinoma in situ Tumor dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi paru – paru atau pleura viseralis yang normal.
 Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran dimana sudah menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan atelektasis yang meluas ke hilus; harus berjarak 2 cm distal dari karina. Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan langsung pada dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis, atau pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra; atau dalam jarak 2 cm dari karina tetapi tidak melibat karina.
 Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau karina; atau adanya efusi pleura yang maligna. Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe regional. Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar – kelenjar hilus ipsilateral. Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau kelenjar limfe subkarina.
 Metastasis pada mediastinal atau kelenjar – kelenjar limfe hilus kontralateral; kelenjar – kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral. Tidak diketahui adanya metastasis jauh Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu (seperti otak). Sputum mengandung sel – sel ganas tetapi tidak dapat dibuktikan adanya tumor primer atau metastasis. Karsinoma in situ. Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya bukti metastasis pada kelenjar limfe regional atau tempat yang jauh. Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat bukti adanya metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral. Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus ipsilateral; tidak ada metastasis jauh. Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus tau mediastinal kontralateral, atau pada kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular; atau setiap tumor yang termasuk klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis jauh. Setiap tumor dengan metastsis jauh. Sumber: (Price, Patofisiologi, 1995).
F. PATOFISIOLOGI
Merokok                      Iradiasi                                    Kanker Paru                Polusi              Ginetik


 


           
Metaplasia                                                       Hyperplasia                                         Displasia                     


 

Batuk                                                  Hemoptisis                  Dispneu                       Demam
Rounded Rectangle: Cemas/AnxietasRounded Rectangle: Gangguan pola tidurProduk mokus                                                            
berlebihan


Rounded Rectangle: Bersihan Jalan Nafas Tak Efektip
 



G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
·         Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
·         Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.

2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe), dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.

c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

H. PENATALAKSANAAN.
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges,  encana Asuhan Keperawatan, 2000)
I. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.

a. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b. Pneumonektomi pengangkatan paru).              
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
5. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
6. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
II. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
III. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.













BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU.
1. PENGKAJIAN.
a. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1). Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea karena aktivitas. Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vena kava).
·         Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
·         Takikardi/ disritmia.
·         Jari tabuh.
3). Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku.
·         Takut hasil pembedahan
·         Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
·         Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
·         Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
·         Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
·         Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan.
·         Kesulitan menelan
·         Haus/ peningkatan masukan cairankurang berbobot (tahap lanjut)
·         Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil).
·         Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
·         Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
·         Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
·         Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
·         Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi sputum.
·         Nafas pendek
·         Pekerja yang terpajan polutan, debu industry
·         Serak, paralysis pita suara.
·         Riwayat merokok
·         Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
·         Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
·         Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
·         Hemoptisis.
8). Keamanan.
·         Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
·         Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.                                                                                         
·         Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar)
·         Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan.
·         Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis Kegagalan untuk membaik.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
·         Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
·         Frekuensi dan irama jantung.
·          Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).
·         Pemantauan tekanan vena sentral.
·         Status nutrisi.
·         Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
·         Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
1). Aktivitas atau istirahat.
·         Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2). Sirkulasi.
·         Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3). Eliminasi.
·         Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
·         Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine
·         Bising usus, samara atau jelas.
4). Makanan dan cairan.
·         Gejala : Mual atau muntah
5). Neurosensori.
·         Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.
6). Nyeri dan ketidaknyamanan.
·         Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
·         Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
·         Atau efek – efek anastesi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN.
a. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas Dapat dihubungkan : Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
·         Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
·          Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya
pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya
krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.
c) Kaji adanya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.
d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
e) Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
·         Kehilangan fungsi silia jalan nafas
·         Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
·         Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
·         Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
·         Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
·         Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
·         Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan,
edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal pernafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.
d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.
3). Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
·         Krisis situasi
·         Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
·         Faktor psikologis.
Kriteria hasil :
·         Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
·          Mengakui dan mendiskusikan takut.
·         Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
·         Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
·         Kurang informasi.
·         Kesalahan interpretasi informasi.
·         Kurang mengingat.
Kriteria hasil :
·         Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
·          Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
·         Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
·         Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.
b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d) Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode Istirahat dan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas.
Dapat dihubungkan :
·         Pengangkatan jaringan paru
·          Gangguan suplai oksigen
·         Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria hasil :
·         Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal.
·         Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.
b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.
Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat
Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.
d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai
posisi miring.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
·         Peningkatan jumlah/ viskositas secret
·          Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
·         Kelemahan/ kelelahan.
Kriteria hasil :
·         Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau
obstruiksi jalan nafas.
b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi
duduk tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan
menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan
dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus
menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
3). Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan :
·         Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
·         Adanya selang dada.
·         Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
·         Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
·         Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
·         Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas
pada skala 0 – 10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi
anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker
dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
4). Anxietas.
Dapat dihubungkan:
·         Krisis situasi
·         Ancaman/ perubahan status kesehatan
·         Adanya ancman kematian.
Kriteria hasil :
·         Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
·         Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ Istirahat Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi :
a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.
d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..
e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.
f) Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.
5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
·         Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber
·          Salah interperatasi informasi.
·         Kurang mengingat
Kriteria hasil :
·         Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
·         Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
·         Berpartisipasi dalam proses belajar.
·         Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.
Rasional : Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan informasi.
b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.
Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi.
c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.